Kamis, 04 September 2008

ARAKHN0DITIS

I. PENDAHULUAN

Arakhnoiditis dikenal sejak Krause pertama kali menggambarkannya pada
tahun 1907. Olden dan Ranson's memberikan gambaran mielogrfai yang klasik
pada arakhnoiditis di tahun 1926. Sejak itu sejumlah artikel mengenai
arakhnoiditis telah banyak dipublikasikan, baik tentang gambaran klinis,
radiologis maupu terapi.

Arakhnoiditis harus dapat disebabkan berbagai faktor yang dapat
dikelompokkan dalam 6 kategori:

a. zat-zat yang dimasukkan ke dalam rongga subarakhnoid (obat, tindakan
anestesi, media kontras)

b. infeksi

c. perdarahan intrakel

d. trauma (iatrogenik dan eksternal)

e. space occupying lession

f. idiopatik



Karena gejala perlengketan leptomeningel sering berjalan lambat, gejala
dan tanda arakhnoiditis dapat tidak manifes dalam beberapa bulan sampai tahun.
Gambaran klinis sering sulit dinilai karena perkembangan proses penyakit yang
lambat dengan tanda terkenanya medula spinalis dan akar saraf yang tumpang
tindih dan bervariasinya lokasi kelainan. Meskipun arakhnoiditis mempunyai
predileksi di daerah thorakal tapi dapat terjadi pada lokasi yang lain. lnsidensi
pada usia 40-60 tahun dan jarang pada usia kurang dari 20 tahun.



II. DEFINISI

Arakhnoiditis merupakan peradangan khronis dan fibrosis dan
leptomingen, biasanya terjadi pada kanalis spinalis dan kadang-kadang pada
avum kranial. Arakhnoiditis spinal disebut juga meningitis spina/spinal
radiculomyelitis. Arakhnoiditis spinal merupakan suatu proses peradangan yang
non infeksi atau post infeksi pada leptomeningen yang dapat atau tidak
berhubungan dengan penyakit pada tulang vertebrae atau medula spinalis



III. ANATOMI

Anatomi meningen dan rongga subarakhnoid dari kanalis vertebralis.
Meningen dari kanalis vertebralis terdiri dari durameter dan arakhnoid yang
meluas sepanjang kanalis vertebralis mulai dari sambungan craniocervical sampai
ke S2. Selanjutnya terdapat lanjutan kantung dura yang menjadi membran yang
tipis dan melekat pada coccygeus.

Kantung dura mengelilingi akar saraf yang keluar dari kanalis spinalis.
Nama lainnya adalah axillaryportions of the nerve sheaths (kantung radiks) yang
biasanya tampak enhanched pada mielografi atau CT mielografi



Anatomi kanalis spinalis:

Pada umumnya kanalis spinalis dapat terlihat dengan kontras enhacement bila
rongga subarakhnoid lebih lebar dari 3 mm dan bila ketebalan tulang/bahu tidak
menghalangi. Medula spinalis dimulai dari Cl danberakhir LI-L2 pada orang
dewasa.


Medula spinalis melekat pada kanalis vertebralis ke lateral melalui ligamen
dentikulata dan dikelilingi jaringan lemak dan plexus venosus. Medula spinalis
agak membesar pada daerah cervikal bawah untuk mempersarafi pleksus
brakhialis dan daerah lumbosakral untuk mempersarafi pleksus lumbosakral.
Ukuran terlebar adalah pada C5 dimana diameternya 12-14 mm, pada daeah
lumbal diameter ini membesar mulai dari T 10- T 12, dimana ukuran terbesar
pada T 12 dengan ukuran 11-13 mm.

Dengan CT medula spinalis tampak bulat atau elips dengan densitas 30-40
HU dan dikelilingi cairan serebrospinal. Terletak sentral pada servikal dan
thorakal bagian bawah tetapi lebih posterior pada thorakal bagian tengah. Akar
saraf posterior dan ganglia serta akar saraf ventral bersatu dan keluar melalui
foramen invertebralis.

Pada medula spinalis terdapat jaras-jaras saraf yang berjalan longitudinal
yang kemudian akan menyilang setinggi medula spinalis tersebut atau lebih
tinggi. Jaras-jaras ini berisi jaras yang berfungsi untuk sensorik, motorik maupun
vegetatif. Sering arteri spinalis anterior dapat terlihat sebagai pembuluh darah
terbesar pada daerah thorakal bawah dan lumbal atas.



Anatomi pembuluh darah medula spinalis:

Nutrisi disuplai oleh sepasang arteri spinalis posterior dan arteri spinalis
arterior yang berasal dari arteri vertebralis. Arteri prinsipalis/arteri nutrisia
menggabungkan diri dengan arteri spinalis anterior. Aliran arteri ini dapat ke arab
kranial dan kaudal. Arteri-arteri tersebut adalah 2 atau 3 buah arteri mengikuti
radiks C4-C7, 2 buah arteri mengikuti T2- T 4 sedangkan pada daerah thorakal
bawah terdapat arteri radikularis terbesar yaitu A. lntumesensia Charpy/A.
radikularis magna Adamkiewics. Umumnya arteri ini mengikuti radiks pada batas
segmen thorakal dan lumbal.

Arteri spinalis posterior mendapat suplai dari 20-30 arteri radikularis yang
sebagian besar mengikuti radiks dorsalis pada daerah servikal dan lumbal.
Sirkulasi posterior diperkuat hubungan-hubungan pleksiform, sehingga tidak
rentan terhadap gangguan iskhemia di daerah lumbosakral. Pada penampang
horizontal medula spinalis, arteri spinalis anterior melalui arteri sulkokomisural
memperdarahi 2/3 bagian anterior medula spinalis yang sebagian besar terdiri
dari masa abu-abu. Bagian medula spinalis ini mendapat suplai darah dari arteri
spinalis posterior.



Sistem Venae:

Drainase vena ini pada permulaannya bersama sistem arteri spinalis
berupa venae radikularis anterior dan posterior kemudian venae ini membentuk
pleksus venosus vertebralis intema yang terletak epidural dan kemudian
bergabung dengan vena pada daerah thorak, abdominal dan interkostal.



IV. PATOGENESA

Arakhnoid merupakan membran yang tidak mempunyai vaskularisasi,
sehingga mempunyai respon yang terbatas terhadap reaksi peradangan. Jaringan
arakhnoid terletak antara piameter dan durameter yang kaya vaskularisasi.
Proses peradangan (apabila terjadi trauma/iritasi) dimulai dari jaringan yang
mempunyai vaskularisasi tersebut, yaitu antara piameter dan durameter, yang
selanjutnya mengalami progresifitas dan menjadi proses khronis yang diikuti
pembentukan jaringan fibrous pada arakhnoid dan terjadi perlengketan antara
piameter dan durameter. Arakhnoiditis spinal dapat terjadi pada 1 atau 2 segmen
medula spinalis dengan jaringan arakhnoid yang tebal atau melingkar sehingga
terjadi blok aliran likuor atau berupa arakhnoiditis yang difus dan berbatas tidak
jelas. Menurut Lobin (1940) proses progresifitas melalui 2 stadium:

a. Stadium Proliferatif

Pada stadium ini terbentuk jaringan fibrous di ruang subarakhnoid, ini
memungkinkan terjadinya kista arakhnoid yang berisi cairan serebrospinal.


Terdapat limfosit, sel plasma dan perivaskuler infiltra yang terdiri dari sel-sel
radang. Perlengketan dapat menyebabkan terbentuknya kista intradural yang
dapat menyebabkan penekanan medula spinalis atau caula equina

b. Stadium Konstriktif

Pada fase ini ruang subarakhnoid akan tersumbat karena terjadinya
perlekatan antara durameter dengan arakhnoid dan piameter oleh jaringan
fibrous yang tebal dan sedikit elemen selnya. Proses ini juga diikuti penebalan
dinding pembuluh darah piameter dan medula spinalis sehingga terjadi
penyempitan lumen pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perubahan
intrameduler berupa perlunakan (nekrosis) dan pembentukan rongga rongga
intrameduler (syringomieli) yang terjadi akibat berkurangnya vaskularisasi ke
daerah tersebut. Rongga-rongga ini dibatasi jaringan dan dikelilingi oleh
jaringan glia dan tidak dibatasi oleh epdim.



V. ETIOLOGI

1. Mielografi yang berulang-ulang

Peradangan kronis dari leptomeningen sering terjadi sesudah mielografi yang
berulang, mungkin karena campuran kontras media (baik yang water soluble
maupun oil contrast media) dan darah dari lumbal fungsi yang traumatik
meningkatkan resiko arakhnoiditis. Laporan lain menyebutkan jenis kontras
media pantopaque (lipiodol) yang sering menimbulkan arakhnoiditis sedang
kontras media Amipaque (metrizamide) jarang.

2. Injeksi antibiotik ke dalam subarakhnoid (Penicilin clan Streptomycin)

3. Spinal anasthesia.

Patogenesa yang pasti mielopati sesudah anestesi spinal tidak sama pada
berbagai kasus, beberapa peneliti menunjukkan pengaruh toksik zat anestik
terhadap medula spinalis. Thorsen mencatat gejala spinalis atau cauda timbul
1 bulan atau kurang pasca spinalis anesthesia, insidennya 1 kasus setiap 200
kasus spinal anesthesia. Drips dan Vandam mencatat dari 10.098 kasus spinal
anesthesia tidak satupun menimbulkan srquele yang serius, mungkin spinal
anesthesia akan merangsang penyakit neurologis yang sudah ada
sebelumnya. Spinal anesthesia kadang-kadang menyebabkan grave spinal
cord paralyses, paralisenya terjadi setealh anestesi, terjadi pelunakan,
nekrobiosis, perdarahan petechiae dan reaksi inflamasi pada medula spinalis.
Delayed paralyses terjadi akibat adanya arakhnoiditis dengan degenerasi pada
medula spinalis dan mielomacia.

4. Trauma pada kolumna spinal dan canalis spinalis. Tidak jarang arakhnoiditis
lokal mengikuti ruptur duskus intervertebralis, spinal stenosis

5. lnfeksi Leptomingen

.. Meningitis purulenta akuta (meningokokkus, gonokkus)
.. Sipilis
.. Tuberkulosis (lokal arakhnoiditis dapat teIjadi pada TBC tulang/Pott's
disease)
.. Meningitis karena jamur (crptococcus)
.. Meningitis viral


Yang sering terjadi adalah arakhnoiditis spinal oleh karena TBC dan dapat
terjadi sebelum dan sesudah gejala klinis meningitis serebrla atau merupakan
penyakit sendiri tanpa penyakit serebral atau kelainan vertebrae.
Patomekanismenya adalah sama dengan meningitis TBC. Bila satu tuberkel
submeningel yang terbentuk waktu infeksi primer (Fokus Rich) pecah ke
dalam ruang subarakhnoid dan mengaktitkan semua mediato tipe delayed
hypersensitivity akan menyebabkan penimbunan eksudat dan jaringan fibrous
sehingga terjadi perlengketan di leptomingen medula spinalis. Pembuluh
darah mengalami arteritis karena eksudat kental terutama pada tunika media
dan subintimal akan terjadi fibrosis dan trombosis sehingga timbul gejala
meduler. Parson menggambarkan kemungkinan perjalanan penyakit


arakhnoiditis tuberkulosa dapat merupakan lesi fokal, lesi ascending maupun
multifokal. Arakhnoiditis tuberkulosis berbeda dari bentuk arakhnoiditis oleh
karena penyebab lain yang dapat mengenai baik medula spinalis, meningen,
maupun radiks saraf.

6. Perdarahan subarakhnoid yang berulang (jarang, biasanya sesudah operasi di
kanalis spinalis, trauma, pecahnya A VM/aneurisma)

7. Ankylostornisis dan ascariasisis (jarang)

8. Selinski (1936), melaporkan hubungan antara arakhnoiditis dengan tumor
ekstradural. Jacobsen dan Lester melaporkan arakhnoiditis didapatkan
bersamaan dengan spinal angiomas at au tumor medula spinalis lainnya

9. Familial.

Duke dan Hashimoto melaporkan terdapat 6 anggota keluarga di Jepang yang
menderita arakhnoiditis kronis. Pada pasien tersebut, penyakitnya
kelihatannya dipengaruhi faktor genetik (autosomal dominan) yang
mengakibatkan penebalan fibrous dari arakhnoid dengan iskemi sekunder
yang menyebabkan radikulomyopati

10. Idiopatik

Lumbardi dan rekan kerjanya tidak dapat menentukan etiologi yang spesifik
pada 50% dari 41 pasien dengan arakhnoiditis spinal



VI. PATOLOGi

Peruahan patologi ditemukan adanya peyempitan dari leptomingen dan
infiltrasi monocyt dan inflamasi granulomatous dengan proliferasi vaskuler.
Pembuluh darah menjadi arteritis atau phlebitis. Adanya penyempitan dari
leptomenigen menyebabkan penekanan pada medula spinalis dan jeratan pada
radiks, akhirnya timbul iskhemi pada medula spinalis dengan daerah nekrosis dan
fibrosis yang melingkar. Dapat terjadi perubahan degeneratif pada arakhnoiditis
berupa penulangan sehingga terjadi apa yang disebut ossificans.



VII. GEJALA KLINIS

Gambaran klinis biasanya akibat kompresi lokal pada medula spinalis dan
terkenanya radiks saraf secara difus. Gejala-gejala ini timbul akibat iritasi, efek
tarikan (pulling) dan efek desakan atau penyempitan (constriction) dan proses
perlengketan pada radiks dengan disertai penekanan oleh adanya kista Gejala
pertama dan tersering adalah nyeri spontan yang dirasakan seperti sengatan,
panas, pedih, sakit. Nyeri tersebut tidak terlokalisir dengan tegas tetapi tersebar
pada satu atau dua segmen yang tersebar secara radikuler. Nyeri ini bertambah
berat bila penderita batuk, bersin atau melakukan gerakan, bisa juga disertai
nyeri radikuler. Sering nyeri dimulai pada punggung dan menjalar ke ekstremitas.
Penderita juga sering mengeluh parestesi dan gangguan sensori akan terjadi
kemudian seperi ditusuk/pedih/panas. Pada pemeriksaan sensorik bisa normal,
tak jelas (vague), bizzare dengan distribusi tak jelas, sering terdapat daerah
hipoestesia atau hiperestesia. Pada stadium lanjut akan terjadi kompresi medula
spinalis dengan akibat parese dan gangguan segmental dibawah jepitan. Secara
klinis dijumpai:

.. Terdapat kelemahan yang bertambah berat dalam jangka waktu yang
lama dengan spastisitas
.. Sebagian besar terdapat tanda laserque atau kernig yang positif dan
punggung terasa kaku, sakit,spasme dan gerakannya terbatas
.. Ada tanda-tanda lesi upper motor neuron (paraparese, reflek fisiologis
yang meningkat dan reflek patologis positit)
.. Gangguan fungsi sphincter (miksi dandefekasi)
.. Lebih dari 50% terdapat kelemahan danatrofi otot
.. Sensasi nyeri dan suhu terganggu di bawah level lesi, jika mengenai
kolumna posterior maka rasa posisi dan vibrasi terganggu.


VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan tekanan cairan serebrospinal, dimana tekanannya akan rendah
pada arakhnoiditis dan Test Queckenstedt negatif pada kasus blok spinal.
Cairan serebrospinal xantochrom dan protein biasanya meningkat. (sindroma
Froin). Pada bentuk yang kronik atau terlokalisir, Elkington mengemukakan
pada penyelidikannya sebagian besar tidak menunjukkan kelainan, hanya
dijumpai peninggian sel yang ringan dan sedikit peninggian kadar protein



2. Radiografi

A. Foto palos

Mungkin dijumpai kelainan yang dapat bersamaan dengan arakhnoiditis:

- Defek tulang post operasi

- Hernia nucleus pulposus, Canalis stenosis ;

- Tuberkulosis tulang

- Tumor (pelebaran jarak antar corpus vertebrae, pelebaran foramen
intervertebrale)

B. Mielografi darl CT mielograti

Gambaran mielografi dapat berrnacam-macam, dengan terbentuk fragmen-
fragmen dari kontras sehingga dapat berbentuk multipel poket. Sering
terdapat gambaran karakteristik yaitu seperti tetesan lilin. Perjalanan
kontras agak lambat atau menikuti suatu kanalis yang berkelok-kelok dan
berakhir pada suatu rongga (cul de sac). Pada arakhnoiditis yang terbatas
mungkin akan memberikan gambaran seperti pita tebal horizontal atau
vertikal.

Gambaran mielografi tergantung perjalanan dan beratnya proses patologik,
yaitu:

- Ringan

Berbagai macam variasi dari fusi akar saraf berupa tumpul/hilangnya
gambaran kantung radiks akibat obliterasi kantungsaraf dan perlekatan
radiks pada durameter. Terdapat kelainan berupa gambaran ireguler dari
kolumna kontras pada proyeksi lateral

- Berat

Terdapat gambaran blok. Pada salah satu studi, hampir 2/3 pasien
arakhnoiditis mengalami blok baik partial maupun total. Media kontras
terperangkap/terlokalisis, terdapat gambaran garis/pita atau tetesan yang
ireguler atau gambaran sarang laba-laba akibat perlengketan (trabekula).
Dengan kata lain bahwa gambarannya sangat tak lazim (bizzare). Bila
digunakan Pantopaque kolom kontras akan pecah membentuk pita atau
tetesan dengan bentuk ireguler yang dapat saling terpisah atau menyatu.
Kadang-kadang perlengketan yang multiple menyebabkan obliterasi ruang
subarakhnoid yang terlokalisir dengan beberapa gambaran scalloping.
Elkington menggambarkan adanya perlengketan arakhnoid seperti tetesan
lilin dan kontras dapat memasuki rongga subarakhnoid yang normal. Post
CT-Mielografi akar safar yang terletak dan bentuknya ireguler, rongga
yang tidak terisi kontras, dan masa fokal

C. MR.I

Pada pemeriksaan MR axial image normal akan nampak radiks dalam kantung
tekal dengan jelas, namun bila terdapat arakhnoiditis, radiks sulit dinilai. TI
merupakan pemeriksaan yang terbaik untuk kelainan akar saraf. Pada post
kontras scan daerah lesi akan memberikan penyangatan terhadap kontras yang
minimal.

Gambaran arakhnoiditis dikelompokkan dalam 3 kategori:

1. Central conglomeration of cauda (pengunpulan dari cauda)

2. Perlengketan akar sarafke kantung tekal

3. Jaringan lunak yang mengganti rongga suJarakhnoid

Adanya perbedaan sifat penyangatan terhadap kontras berguna untuk
membedakan dengan lesi yang diakibatkan metastase leptomeningeal. Pada


arakhnoiditis tuberkulosis terdapat hilangnya penyangatan kontras pada pinggir
medula spinalis. Terdapat penyangatan terhadap nodul. Jadi kombinasi antara
penebalan leptomeningeal dan adanya nodul pada medula spinalis dan akar saraf
dan terkenanya medula spinalis dapat menentukan adanya kepastian suatu
arakhnoiditis tuberkulosis (DO/Sarcoid)



IX. DIAGNOSA BANDING

A. Mielografi

.. AVM gambaran kelainan berupa multipe serpiginous filling defect/bentuk
coiled/cuvelinear, bisa sampai obstruksi. Pada fluoroscopy dan pasien
dalam keadaan valsava akan tampak pulsasi dari gambaran tersebut. Pada
CT mielografi: A VM akan berbentuk serpentine filling defect dan
pelebaran fokal medula spinalis jarang terjadi. Untuk membuktikan suatu
A VM lebih jelas diperlukan pemeriksaan Angiography
.. Tumor
Tumor ekstrameduler, intradular (misal Neurifibroma): kolom kontras
akan berbentuk oval (mulut suling) atau bulat dan ruang arakhnoid sisi
ipsilateral tidak terdapat kelainan lain dan medula spinalis tidak tergeser.
Tumor ekstradular: gambaran apusan cat akan menyerupai arakhnoiditis
dengan blok yang total, bedanya pada arakhnoiditis tidak ada pergeseran
dari medula spinalis. Bila terbentuk kista yang besar, sukar dibedakan
dengan tumor karena dapat juga mendesak atau menggeser medula
spinalis. Bisa dibedakan bila secara langsung kista terisi oleh zat
kontras/bila kista disis oleh zat kontras

B. MRI

Gambaran penebalan akar saraf secara difus pada MRI dapat terjadi selain
pada arakhnoiditis, juga pada arakhnoiditis pada meningitis carcinomatous,
sarcoid, meningitis lynphomatous, neurifibroma dan AVM

.. Infiltrasi meningeal dibedakan dengan menggunakan zat kontras maka
ditemukan penyangatan terhadap kontras pada kelainan tersebut
.. AVM: gambaran MRI, heterogenous T2 turun dan adanya flow foid in
vessels. Tl weigth images: penurunan signal intrameduler dengan
pelebaran medula spinalis yang bervariasi, flow void terutama pada
potongan axial
.. T2 images: memperlihatkan lebih jelas gambaran flow void dari vena yang
mensuplai perdarahan dan gambaran penurunan signal fokus intrameduler
yang heterogen menunjukkan adanya nidus. Pada beberapa kasus high T2
signal dapat mendeteksi are lesi yang letaknya kranial/kaudal kelainan
tersebut dimana terjadi gliosis bukan edema
.. Neurofibroma
T 1 MRI memperlihatkan masa intraspinal yang isointense dengan tpedula
spinalis, dikelilingi oleh cairan serebrospinal yang low signal. Masa akan
menjadi hipertense terhadap medula spinalis pada T2 dan dikelilingi
sebagian atau seluruhnya dengan cairan serebrospinal yang high signal.
T1 MRl dengan penyangatan kontras terhadap gadolinium mengakibatkan
penyangatan kontras terhadap tumor intraspinal tersebut.

X. THERAPI

.. Sesuai etiologi
.. Kortikosteroid digunakan untuk menekan reksi inflamasi pada stadium
awal arakhnoiditis. Dapat diberikan oral prednisolone 40-60 mg/hari
dalam dosis terbagi, yang direkomendasikan untuk paling sedikit 4-6
minggu. Hidrokortison intratekal 25-50 mg/setiap kali injeksi, diberikan
setiap hari selama 5 hari dan kemudian secara alternating day untuk 5-10
kali injeksi lagi
.. Operatif, bila lesi jelas pada daerah yang terbatas


DAFTAR PUSTAKA

Gilroy MD. Basic neurology. 2nd ed. New York: McGraw Hill, 1992:293

Grossman, RI. Neuroradiology, The requisites. St. Louis: Mosby, 1994:472-474,
4778-496


Meschan I. Rontgent signs indiagnostic imaging. Vol. 3, 2nd ed. Philadelphia: WB
Sounders, 1985:32-35; 79-81

Plum & Olson. Myelitis and myelopathy, in AB Baker. Clinical neurology.
Philadelphia: Harper & Row, 1981: chapter 38

Shapiro R. Myelography. 41th ed. Chicago: Year Book Medical, 1984:282-293,
318-342



Vinken PJ. Chronic spinal arakhnoiditis, in Handbook of clinical neurology
infectious of the nervous system. Part .1, vol.33. Amsterdam: North
Holland, 1978 :234-251, 262-272



Wadia NH. Rediculmyelopaty associated with spinalis meningitis with spinal
reference to the spinal tuberculosis variety, In Spillane JD.Tropical
neurology. Britain: Oxford University, 1973:63-71



Woodruff. Fyndamentals of neuroimaging. Philadelphia: WB Sounders, 1993:
463-466, 448, 454-455



Youmans JR. Neurology surgery, vol.4 3rd ed. Philadelphia: WB Sounders,
1990:2856-2862



Zuger A. Tuberculosis of the central nervous system In, Scheld WM. Infections of
the central nervous system. New York: Raven Press, 1991 :440-442

Tidak ada komentar: