Kamis, 04 September 2008

ARAKHN0DITIS

I. PENDAHULUAN

Arakhnoiditis dikenal sejak Krause pertama kali menggambarkannya pada
tahun 1907. Olden dan Ranson's memberikan gambaran mielogrfai yang klasik
pada arakhnoiditis di tahun 1926. Sejak itu sejumlah artikel mengenai
arakhnoiditis telah banyak dipublikasikan, baik tentang gambaran klinis,
radiologis maupu terapi.

Arakhnoiditis harus dapat disebabkan berbagai faktor yang dapat
dikelompokkan dalam 6 kategori:

a. zat-zat yang dimasukkan ke dalam rongga subarakhnoid (obat, tindakan
anestesi, media kontras)

b. infeksi

c. perdarahan intrakel

d. trauma (iatrogenik dan eksternal)

e. space occupying lession

f. idiopatik



Karena gejala perlengketan leptomeningel sering berjalan lambat, gejala
dan tanda arakhnoiditis dapat tidak manifes dalam beberapa bulan sampai tahun.
Gambaran klinis sering sulit dinilai karena perkembangan proses penyakit yang
lambat dengan tanda terkenanya medula spinalis dan akar saraf yang tumpang
tindih dan bervariasinya lokasi kelainan. Meskipun arakhnoiditis mempunyai
predileksi di daerah thorakal tapi dapat terjadi pada lokasi yang lain. lnsidensi
pada usia 40-60 tahun dan jarang pada usia kurang dari 20 tahun.



II. DEFINISI

Arakhnoiditis merupakan peradangan khronis dan fibrosis dan
leptomingen, biasanya terjadi pada kanalis spinalis dan kadang-kadang pada
avum kranial. Arakhnoiditis spinal disebut juga meningitis spina/spinal
radiculomyelitis. Arakhnoiditis spinal merupakan suatu proses peradangan yang
non infeksi atau post infeksi pada leptomeningen yang dapat atau tidak
berhubungan dengan penyakit pada tulang vertebrae atau medula spinalis



III. ANATOMI

Anatomi meningen dan rongga subarakhnoid dari kanalis vertebralis.
Meningen dari kanalis vertebralis terdiri dari durameter dan arakhnoid yang
meluas sepanjang kanalis vertebralis mulai dari sambungan craniocervical sampai
ke S2. Selanjutnya terdapat lanjutan kantung dura yang menjadi membran yang
tipis dan melekat pada coccygeus.

Kantung dura mengelilingi akar saraf yang keluar dari kanalis spinalis.
Nama lainnya adalah axillaryportions of the nerve sheaths (kantung radiks) yang
biasanya tampak enhanched pada mielografi atau CT mielografi



Anatomi kanalis spinalis:

Pada umumnya kanalis spinalis dapat terlihat dengan kontras enhacement bila
rongga subarakhnoid lebih lebar dari 3 mm dan bila ketebalan tulang/bahu tidak
menghalangi. Medula spinalis dimulai dari Cl danberakhir LI-L2 pada orang
dewasa.


Medula spinalis melekat pada kanalis vertebralis ke lateral melalui ligamen
dentikulata dan dikelilingi jaringan lemak dan plexus venosus. Medula spinalis
agak membesar pada daerah cervikal bawah untuk mempersarafi pleksus
brakhialis dan daerah lumbosakral untuk mempersarafi pleksus lumbosakral.
Ukuran terlebar adalah pada C5 dimana diameternya 12-14 mm, pada daeah
lumbal diameter ini membesar mulai dari T 10- T 12, dimana ukuran terbesar
pada T 12 dengan ukuran 11-13 mm.

Dengan CT medula spinalis tampak bulat atau elips dengan densitas 30-40
HU dan dikelilingi cairan serebrospinal. Terletak sentral pada servikal dan
thorakal bagian bawah tetapi lebih posterior pada thorakal bagian tengah. Akar
saraf posterior dan ganglia serta akar saraf ventral bersatu dan keluar melalui
foramen invertebralis.

Pada medula spinalis terdapat jaras-jaras saraf yang berjalan longitudinal
yang kemudian akan menyilang setinggi medula spinalis tersebut atau lebih
tinggi. Jaras-jaras ini berisi jaras yang berfungsi untuk sensorik, motorik maupun
vegetatif. Sering arteri spinalis anterior dapat terlihat sebagai pembuluh darah
terbesar pada daerah thorakal bawah dan lumbal atas.



Anatomi pembuluh darah medula spinalis:

Nutrisi disuplai oleh sepasang arteri spinalis posterior dan arteri spinalis
arterior yang berasal dari arteri vertebralis. Arteri prinsipalis/arteri nutrisia
menggabungkan diri dengan arteri spinalis anterior. Aliran arteri ini dapat ke arab
kranial dan kaudal. Arteri-arteri tersebut adalah 2 atau 3 buah arteri mengikuti
radiks C4-C7, 2 buah arteri mengikuti T2- T 4 sedangkan pada daerah thorakal
bawah terdapat arteri radikularis terbesar yaitu A. lntumesensia Charpy/A.
radikularis magna Adamkiewics. Umumnya arteri ini mengikuti radiks pada batas
segmen thorakal dan lumbal.

Arteri spinalis posterior mendapat suplai dari 20-30 arteri radikularis yang
sebagian besar mengikuti radiks dorsalis pada daerah servikal dan lumbal.
Sirkulasi posterior diperkuat hubungan-hubungan pleksiform, sehingga tidak
rentan terhadap gangguan iskhemia di daerah lumbosakral. Pada penampang
horizontal medula spinalis, arteri spinalis anterior melalui arteri sulkokomisural
memperdarahi 2/3 bagian anterior medula spinalis yang sebagian besar terdiri
dari masa abu-abu. Bagian medula spinalis ini mendapat suplai darah dari arteri
spinalis posterior.



Sistem Venae:

Drainase vena ini pada permulaannya bersama sistem arteri spinalis
berupa venae radikularis anterior dan posterior kemudian venae ini membentuk
pleksus venosus vertebralis intema yang terletak epidural dan kemudian
bergabung dengan vena pada daerah thorak, abdominal dan interkostal.



IV. PATOGENESA

Arakhnoid merupakan membran yang tidak mempunyai vaskularisasi,
sehingga mempunyai respon yang terbatas terhadap reaksi peradangan. Jaringan
arakhnoid terletak antara piameter dan durameter yang kaya vaskularisasi.
Proses peradangan (apabila terjadi trauma/iritasi) dimulai dari jaringan yang
mempunyai vaskularisasi tersebut, yaitu antara piameter dan durameter, yang
selanjutnya mengalami progresifitas dan menjadi proses khronis yang diikuti
pembentukan jaringan fibrous pada arakhnoid dan terjadi perlengketan antara
piameter dan durameter. Arakhnoiditis spinal dapat terjadi pada 1 atau 2 segmen
medula spinalis dengan jaringan arakhnoid yang tebal atau melingkar sehingga
terjadi blok aliran likuor atau berupa arakhnoiditis yang difus dan berbatas tidak
jelas. Menurut Lobin (1940) proses progresifitas melalui 2 stadium:

a. Stadium Proliferatif

Pada stadium ini terbentuk jaringan fibrous di ruang subarakhnoid, ini
memungkinkan terjadinya kista arakhnoid yang berisi cairan serebrospinal.


Terdapat limfosit, sel plasma dan perivaskuler infiltra yang terdiri dari sel-sel
radang. Perlengketan dapat menyebabkan terbentuknya kista intradural yang
dapat menyebabkan penekanan medula spinalis atau caula equina

b. Stadium Konstriktif

Pada fase ini ruang subarakhnoid akan tersumbat karena terjadinya
perlekatan antara durameter dengan arakhnoid dan piameter oleh jaringan
fibrous yang tebal dan sedikit elemen selnya. Proses ini juga diikuti penebalan
dinding pembuluh darah piameter dan medula spinalis sehingga terjadi
penyempitan lumen pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perubahan
intrameduler berupa perlunakan (nekrosis) dan pembentukan rongga rongga
intrameduler (syringomieli) yang terjadi akibat berkurangnya vaskularisasi ke
daerah tersebut. Rongga-rongga ini dibatasi jaringan dan dikelilingi oleh
jaringan glia dan tidak dibatasi oleh epdim.



V. ETIOLOGI

1. Mielografi yang berulang-ulang

Peradangan kronis dari leptomeningen sering terjadi sesudah mielografi yang
berulang, mungkin karena campuran kontras media (baik yang water soluble
maupun oil contrast media) dan darah dari lumbal fungsi yang traumatik
meningkatkan resiko arakhnoiditis. Laporan lain menyebutkan jenis kontras
media pantopaque (lipiodol) yang sering menimbulkan arakhnoiditis sedang
kontras media Amipaque (metrizamide) jarang.

2. Injeksi antibiotik ke dalam subarakhnoid (Penicilin clan Streptomycin)

3. Spinal anasthesia.

Patogenesa yang pasti mielopati sesudah anestesi spinal tidak sama pada
berbagai kasus, beberapa peneliti menunjukkan pengaruh toksik zat anestik
terhadap medula spinalis. Thorsen mencatat gejala spinalis atau cauda timbul
1 bulan atau kurang pasca spinalis anesthesia, insidennya 1 kasus setiap 200
kasus spinal anesthesia. Drips dan Vandam mencatat dari 10.098 kasus spinal
anesthesia tidak satupun menimbulkan srquele yang serius, mungkin spinal
anesthesia akan merangsang penyakit neurologis yang sudah ada
sebelumnya. Spinal anesthesia kadang-kadang menyebabkan grave spinal
cord paralyses, paralisenya terjadi setealh anestesi, terjadi pelunakan,
nekrobiosis, perdarahan petechiae dan reaksi inflamasi pada medula spinalis.
Delayed paralyses terjadi akibat adanya arakhnoiditis dengan degenerasi pada
medula spinalis dan mielomacia.

4. Trauma pada kolumna spinal dan canalis spinalis. Tidak jarang arakhnoiditis
lokal mengikuti ruptur duskus intervertebralis, spinal stenosis

5. lnfeksi Leptomingen

.. Meningitis purulenta akuta (meningokokkus, gonokkus)
.. Sipilis
.. Tuberkulosis (lokal arakhnoiditis dapat teIjadi pada TBC tulang/Pott's
disease)
.. Meningitis karena jamur (crptococcus)
.. Meningitis viral


Yang sering terjadi adalah arakhnoiditis spinal oleh karena TBC dan dapat
terjadi sebelum dan sesudah gejala klinis meningitis serebrla atau merupakan
penyakit sendiri tanpa penyakit serebral atau kelainan vertebrae.
Patomekanismenya adalah sama dengan meningitis TBC. Bila satu tuberkel
submeningel yang terbentuk waktu infeksi primer (Fokus Rich) pecah ke
dalam ruang subarakhnoid dan mengaktitkan semua mediato tipe delayed
hypersensitivity akan menyebabkan penimbunan eksudat dan jaringan fibrous
sehingga terjadi perlengketan di leptomingen medula spinalis. Pembuluh
darah mengalami arteritis karena eksudat kental terutama pada tunika media
dan subintimal akan terjadi fibrosis dan trombosis sehingga timbul gejala
meduler. Parson menggambarkan kemungkinan perjalanan penyakit


arakhnoiditis tuberkulosa dapat merupakan lesi fokal, lesi ascending maupun
multifokal. Arakhnoiditis tuberkulosis berbeda dari bentuk arakhnoiditis oleh
karena penyebab lain yang dapat mengenai baik medula spinalis, meningen,
maupun radiks saraf.

6. Perdarahan subarakhnoid yang berulang (jarang, biasanya sesudah operasi di
kanalis spinalis, trauma, pecahnya A VM/aneurisma)

7. Ankylostornisis dan ascariasisis (jarang)

8. Selinski (1936), melaporkan hubungan antara arakhnoiditis dengan tumor
ekstradural. Jacobsen dan Lester melaporkan arakhnoiditis didapatkan
bersamaan dengan spinal angiomas at au tumor medula spinalis lainnya

9. Familial.

Duke dan Hashimoto melaporkan terdapat 6 anggota keluarga di Jepang yang
menderita arakhnoiditis kronis. Pada pasien tersebut, penyakitnya
kelihatannya dipengaruhi faktor genetik (autosomal dominan) yang
mengakibatkan penebalan fibrous dari arakhnoid dengan iskemi sekunder
yang menyebabkan radikulomyopati

10. Idiopatik

Lumbardi dan rekan kerjanya tidak dapat menentukan etiologi yang spesifik
pada 50% dari 41 pasien dengan arakhnoiditis spinal



VI. PATOLOGi

Peruahan patologi ditemukan adanya peyempitan dari leptomingen dan
infiltrasi monocyt dan inflamasi granulomatous dengan proliferasi vaskuler.
Pembuluh darah menjadi arteritis atau phlebitis. Adanya penyempitan dari
leptomenigen menyebabkan penekanan pada medula spinalis dan jeratan pada
radiks, akhirnya timbul iskhemi pada medula spinalis dengan daerah nekrosis dan
fibrosis yang melingkar. Dapat terjadi perubahan degeneratif pada arakhnoiditis
berupa penulangan sehingga terjadi apa yang disebut ossificans.



VII. GEJALA KLINIS

Gambaran klinis biasanya akibat kompresi lokal pada medula spinalis dan
terkenanya radiks saraf secara difus. Gejala-gejala ini timbul akibat iritasi, efek
tarikan (pulling) dan efek desakan atau penyempitan (constriction) dan proses
perlengketan pada radiks dengan disertai penekanan oleh adanya kista Gejala
pertama dan tersering adalah nyeri spontan yang dirasakan seperti sengatan,
panas, pedih, sakit. Nyeri tersebut tidak terlokalisir dengan tegas tetapi tersebar
pada satu atau dua segmen yang tersebar secara radikuler. Nyeri ini bertambah
berat bila penderita batuk, bersin atau melakukan gerakan, bisa juga disertai
nyeri radikuler. Sering nyeri dimulai pada punggung dan menjalar ke ekstremitas.
Penderita juga sering mengeluh parestesi dan gangguan sensori akan terjadi
kemudian seperi ditusuk/pedih/panas. Pada pemeriksaan sensorik bisa normal,
tak jelas (vague), bizzare dengan distribusi tak jelas, sering terdapat daerah
hipoestesia atau hiperestesia. Pada stadium lanjut akan terjadi kompresi medula
spinalis dengan akibat parese dan gangguan segmental dibawah jepitan. Secara
klinis dijumpai:

.. Terdapat kelemahan yang bertambah berat dalam jangka waktu yang
lama dengan spastisitas
.. Sebagian besar terdapat tanda laserque atau kernig yang positif dan
punggung terasa kaku, sakit,spasme dan gerakannya terbatas
.. Ada tanda-tanda lesi upper motor neuron (paraparese, reflek fisiologis
yang meningkat dan reflek patologis positit)
.. Gangguan fungsi sphincter (miksi dandefekasi)
.. Lebih dari 50% terdapat kelemahan danatrofi otot
.. Sensasi nyeri dan suhu terganggu di bawah level lesi, jika mengenai
kolumna posterior maka rasa posisi dan vibrasi terganggu.


VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan tekanan cairan serebrospinal, dimana tekanannya akan rendah
pada arakhnoiditis dan Test Queckenstedt negatif pada kasus blok spinal.
Cairan serebrospinal xantochrom dan protein biasanya meningkat. (sindroma
Froin). Pada bentuk yang kronik atau terlokalisir, Elkington mengemukakan
pada penyelidikannya sebagian besar tidak menunjukkan kelainan, hanya
dijumpai peninggian sel yang ringan dan sedikit peninggian kadar protein



2. Radiografi

A. Foto palos

Mungkin dijumpai kelainan yang dapat bersamaan dengan arakhnoiditis:

- Defek tulang post operasi

- Hernia nucleus pulposus, Canalis stenosis ;

- Tuberkulosis tulang

- Tumor (pelebaran jarak antar corpus vertebrae, pelebaran foramen
intervertebrale)

B. Mielografi darl CT mielograti

Gambaran mielografi dapat berrnacam-macam, dengan terbentuk fragmen-
fragmen dari kontras sehingga dapat berbentuk multipel poket. Sering
terdapat gambaran karakteristik yaitu seperti tetesan lilin. Perjalanan
kontras agak lambat atau menikuti suatu kanalis yang berkelok-kelok dan
berakhir pada suatu rongga (cul de sac). Pada arakhnoiditis yang terbatas
mungkin akan memberikan gambaran seperti pita tebal horizontal atau
vertikal.

Gambaran mielografi tergantung perjalanan dan beratnya proses patologik,
yaitu:

- Ringan

Berbagai macam variasi dari fusi akar saraf berupa tumpul/hilangnya
gambaran kantung radiks akibat obliterasi kantungsaraf dan perlekatan
radiks pada durameter. Terdapat kelainan berupa gambaran ireguler dari
kolumna kontras pada proyeksi lateral

- Berat

Terdapat gambaran blok. Pada salah satu studi, hampir 2/3 pasien
arakhnoiditis mengalami blok baik partial maupun total. Media kontras
terperangkap/terlokalisis, terdapat gambaran garis/pita atau tetesan yang
ireguler atau gambaran sarang laba-laba akibat perlengketan (trabekula).
Dengan kata lain bahwa gambarannya sangat tak lazim (bizzare). Bila
digunakan Pantopaque kolom kontras akan pecah membentuk pita atau
tetesan dengan bentuk ireguler yang dapat saling terpisah atau menyatu.
Kadang-kadang perlengketan yang multiple menyebabkan obliterasi ruang
subarakhnoid yang terlokalisir dengan beberapa gambaran scalloping.
Elkington menggambarkan adanya perlengketan arakhnoid seperti tetesan
lilin dan kontras dapat memasuki rongga subarakhnoid yang normal. Post
CT-Mielografi akar safar yang terletak dan bentuknya ireguler, rongga
yang tidak terisi kontras, dan masa fokal

C. MR.I

Pada pemeriksaan MR axial image normal akan nampak radiks dalam kantung
tekal dengan jelas, namun bila terdapat arakhnoiditis, radiks sulit dinilai. TI
merupakan pemeriksaan yang terbaik untuk kelainan akar saraf. Pada post
kontras scan daerah lesi akan memberikan penyangatan terhadap kontras yang
minimal.

Gambaran arakhnoiditis dikelompokkan dalam 3 kategori:

1. Central conglomeration of cauda (pengunpulan dari cauda)

2. Perlengketan akar sarafke kantung tekal

3. Jaringan lunak yang mengganti rongga suJarakhnoid

Adanya perbedaan sifat penyangatan terhadap kontras berguna untuk
membedakan dengan lesi yang diakibatkan metastase leptomeningeal. Pada


arakhnoiditis tuberkulosis terdapat hilangnya penyangatan kontras pada pinggir
medula spinalis. Terdapat penyangatan terhadap nodul. Jadi kombinasi antara
penebalan leptomeningeal dan adanya nodul pada medula spinalis dan akar saraf
dan terkenanya medula spinalis dapat menentukan adanya kepastian suatu
arakhnoiditis tuberkulosis (DO/Sarcoid)



IX. DIAGNOSA BANDING

A. Mielografi

.. AVM gambaran kelainan berupa multipe serpiginous filling defect/bentuk
coiled/cuvelinear, bisa sampai obstruksi. Pada fluoroscopy dan pasien
dalam keadaan valsava akan tampak pulsasi dari gambaran tersebut. Pada
CT mielografi: A VM akan berbentuk serpentine filling defect dan
pelebaran fokal medula spinalis jarang terjadi. Untuk membuktikan suatu
A VM lebih jelas diperlukan pemeriksaan Angiography
.. Tumor
Tumor ekstrameduler, intradular (misal Neurifibroma): kolom kontras
akan berbentuk oval (mulut suling) atau bulat dan ruang arakhnoid sisi
ipsilateral tidak terdapat kelainan lain dan medula spinalis tidak tergeser.
Tumor ekstradular: gambaran apusan cat akan menyerupai arakhnoiditis
dengan blok yang total, bedanya pada arakhnoiditis tidak ada pergeseran
dari medula spinalis. Bila terbentuk kista yang besar, sukar dibedakan
dengan tumor karena dapat juga mendesak atau menggeser medula
spinalis. Bisa dibedakan bila secara langsung kista terisi oleh zat
kontras/bila kista disis oleh zat kontras

B. MRI

Gambaran penebalan akar saraf secara difus pada MRI dapat terjadi selain
pada arakhnoiditis, juga pada arakhnoiditis pada meningitis carcinomatous,
sarcoid, meningitis lynphomatous, neurifibroma dan AVM

.. Infiltrasi meningeal dibedakan dengan menggunakan zat kontras maka
ditemukan penyangatan terhadap kontras pada kelainan tersebut
.. AVM: gambaran MRI, heterogenous T2 turun dan adanya flow foid in
vessels. Tl weigth images: penurunan signal intrameduler dengan
pelebaran medula spinalis yang bervariasi, flow void terutama pada
potongan axial
.. T2 images: memperlihatkan lebih jelas gambaran flow void dari vena yang
mensuplai perdarahan dan gambaran penurunan signal fokus intrameduler
yang heterogen menunjukkan adanya nidus. Pada beberapa kasus high T2
signal dapat mendeteksi are lesi yang letaknya kranial/kaudal kelainan
tersebut dimana terjadi gliosis bukan edema
.. Neurofibroma
T 1 MRI memperlihatkan masa intraspinal yang isointense dengan tpedula
spinalis, dikelilingi oleh cairan serebrospinal yang low signal. Masa akan
menjadi hipertense terhadap medula spinalis pada T2 dan dikelilingi
sebagian atau seluruhnya dengan cairan serebrospinal yang high signal.
T1 MRl dengan penyangatan kontras terhadap gadolinium mengakibatkan
penyangatan kontras terhadap tumor intraspinal tersebut.

X. THERAPI

.. Sesuai etiologi
.. Kortikosteroid digunakan untuk menekan reksi inflamasi pada stadium
awal arakhnoiditis. Dapat diberikan oral prednisolone 40-60 mg/hari
dalam dosis terbagi, yang direkomendasikan untuk paling sedikit 4-6
minggu. Hidrokortison intratekal 25-50 mg/setiap kali injeksi, diberikan
setiap hari selama 5 hari dan kemudian secara alternating day untuk 5-10
kali injeksi lagi
.. Operatif, bila lesi jelas pada daerah yang terbatas


DAFTAR PUSTAKA

Gilroy MD. Basic neurology. 2nd ed. New York: McGraw Hill, 1992:293

Grossman, RI. Neuroradiology, The requisites. St. Louis: Mosby, 1994:472-474,
4778-496


Meschan I. Rontgent signs indiagnostic imaging. Vol. 3, 2nd ed. Philadelphia: WB
Sounders, 1985:32-35; 79-81

Plum & Olson. Myelitis and myelopathy, in AB Baker. Clinical neurology.
Philadelphia: Harper & Row, 1981: chapter 38

Shapiro R. Myelography. 41th ed. Chicago: Year Book Medical, 1984:282-293,
318-342



Vinken PJ. Chronic spinal arakhnoiditis, in Handbook of clinical neurology
infectious of the nervous system. Part .1, vol.33. Amsterdam: North
Holland, 1978 :234-251, 262-272



Wadia NH. Rediculmyelopaty associated with spinalis meningitis with spinal
reference to the spinal tuberculosis variety, In Spillane JD.Tropical
neurology. Britain: Oxford University, 1973:63-71



Woodruff. Fyndamentals of neuroimaging. Philadelphia: WB Sounders, 1993:
463-466, 448, 454-455



Youmans JR. Neurology surgery, vol.4 3rd ed. Philadelphia: WB Sounders,
1990:2856-2862



Zuger A. Tuberculosis of the central nervous system In, Scheld WM. Infections of
the central nervous system. New York: Raven Press, 1991 :440-442

PERDARAHAN DALAM OTAK

PENDAHULUAN

Perdarahan yang tiba-tiba dalam jaringan otak merupakan bentuk yang
menghancurkan pada stroke hemoragik dan dapat terjadi pada semua umur.
Insiden perdarahan ini terjadi lebih awal dari kehidupan dibandingkan dengan stoke
iskhemik.
Bermacam macam penyebab terjadinya perdarahan spontan pada otak dan
umumnya multifaktorial. Berbagai bentuk congenital dan yang diperdapat pada
penyakit kardiovaskuler merupakan mekanisme penyebab yang paling gering, tapi
struktur yang mirip dapat juga terjadi akibat komplikasi tumor otak primer dan
sekunder,peradangan dan penyakit autoimmune otak,trauma otak,atau manifestasi
penyakit sistemik yang menyebabkan hipertensi atau coagulopathy.
Juga dapat terjadi perdarahan otak karena terapi trombolitik pada miokard infark
dan cerebral infark.

Oleh karena faktor-faktor penyebabnya heterogen,pengobatannya khusus dan
intervensi penyesuaiannya harus hati-hati terhadap masing-masing individu.
Insiden perdarahannya 8-15% dari semua stroke yang terjadi di-Amerika Serikat
dan 20-30% di-Jepang dan China.
Diduga insidennya bertambah karena usia manusia semakin bertambah,dimana
resiko terjadinya stroke lebih sering pad a usia yang lebih tinggi.(42,47)

Stroke hemoragik merupakan penyebab utama ketidak mampuan penderita
atau disability. Hanya sekitar 20% penderita yang dapat berdiri sendiri/independent
dalam 6 bulan dan 10% yang dapat berdiri sendiri setelah 30 hari kejadian.
20-30% perdarahan akan bertambah dalam 24 jam dan ini dapat diketahui dengan
bertambah jeleknya keadaan umum penderita serta gejala neurologis yang timbul.

Hasil akhir dari stroke hemoragik ini antara lain:

-volume hematome,ini merupakan hal yang paling penting dalam menentukan hasil
akhirnya
- efek kompresi
- efek destruksi
- iskhemia
-kemampuan neurotoxic dari hasil degradasi darah
Lokasi perdarahan 60% deep subcortical, 30% superfisial atau lobar dan 10%
terletak infra tentorial/cerebellum.
Angka kematian da!am 30 hari pertama setelah terjadi perdarahan yaitu 3550%;
lebih dari setengahnya mati pada 2 hari pertama dan 6% penderita mati
sebelum mencapai rumah sakit.(3,4).
Tingginya morbidity dan mortality pada stroke hemoragik oleh karena massa
hematome dan efek mekanik terhadap jaringan otak sekitarnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Pathophysioloai dan Prognosa

Jeleknya hasil akhir dari perdarahan ini berhubungan dengan luasnya kerusakan
jaringan otak [23]. Massa perdarahan menyebabkan destruksi dan kompresi
langsung terhadap jaringan otak sekitarnya.

Volume perdarahan menyebabkan tekanan dalam otak meninggi dan
mempunyai efek terhadap perfusi jaringan otak serta drainage pembuluh darah.
Perubahan pembuluh darah ini lebih nyata/berat pada daerah perdarahan karena
efek mekanik langsung,menyebabkan iskhemik dan jeleknya perfusi sehingga terjadi
kerusakan gel-gel otak.

Volume perdarahan merupakan hal yang paling menentukan dari hasil
akhirnya [5,23]. Hal lain yang paling menentukan yaitu status neurologis dan volume
darah didalam ventrikel.
Volume darah lebih dari 60 ml,mortality nya 93% bila lokasinya deep subcortical dan
71 % bila lokasinya lobarlsuperfisial. Untuk perdarahan cerebellum, bila volumenya
30-60ml,75% fatal;pada perdarahan didaerah pons lebih dari 5ml,fatal.
Bagaimanapun kerusakan jaringan otak dan perubahan-perubahan karena
perdarahan didalam otak tidak statis.

Volume hematome selalu progressive [6,24,25]. Dalam satu jam setelah
kejadian, volume darah akan bertambah pada 25% penderita; sekitar 10% dari
semua penderita volumenya bertambah setelah 20 jam. Pada CT Scan tampak
daerah hipodensity disekitar hematome, ini disebabkan karena extravasasi serum
dari hematome tersebut.

Penyebab dan Faktor Resiko

Penyebab yang paling sering adalah hipertensi [50-60%] dari non trauma
perdarahan dalam otak [5,42] ,dimana terjadi perubahan-perubahan pathologi
seperti micro aneurysma,lipohyalinosis,terutama pada arteri-arteri kecil,lemahnya
dinding pembuluh darah dan cenderung pecah.

Selain hipertensi,resiko yang lain yaitu rag. Di-Amerika Serikat insiden
perdarahan ini 1,4 kali lebih tinggi pada orang kulit hitam.
Perokok ,pemakai alkohol, kadar serum kolesterol juga mempengaruhi terjadinya
perdarahan otak. Resiko perdarahan 2,5 kali lebih tinggi pada perokok [1]. Resiko
perdarahan bertambah pada pemakai alkohol [8,19]

Serum kolesterol yang rendah dibawah 160mg/dl,berhubungan dengan
meningkatnya resiko perdarahan pada laki-laki Jepang [43]
Pemakaian Aspirin dengan terjadinya perdarahan dalam otak masih kontroversi.
Dalam penelitian dimana penggunaan Aspirin dosis rendah (325mg/hari) terhadap
plasebo pada pencegahan primer penyakit jantung,diperoleh hasilnya signifikan
borderline bertambah resiko perdarahan pada group Aspirin [40]

Penyebab perdarahan dalam otak yang non hipertensi antara lain:

-kelainan pembuluh darah yang kecil seperti angioma,biasanya lokasi

perdarahannya lobar.Umumnya terjadi pada usia muda [29]. Toffol et al mendapati

perdarahan pad a AVM,lokasi perdarahan umumnya superfisial.


-Obat-obat symptomatik. Perdarahan dalam otak berhubungan dengan penggunaan
amphetamine [9,10]. Penggunaan obat ini kebanyakan intra vena, juga dilaporkan
dengan intra nasal [17] atau oral [10]. Lokasi perdarahan kebanyakan lobar
[17,27]. Efeknya karena tekanan darah meninggi (50% dari kasus) [10] atau
perubahan histologis pembuluh darah seperti arteritis, mirip, periarteritis nodosa
[7]. Ini oleh karena efek toksik dari obat tersebut. Pada angiography dijumpai
multiple area dari fokal arteri stenosis atau konstriksi dengan ukuran sedang pada
arteri besar intra kranial.[17,27,30,37,48]. Ini bersifat reversible dan akan hilang
dengan berhentinya penyalah gunaan obat ini [48].
-Cerebral amyloid angiopathy atau congophilic angiopathy merupakan bentuk yang
unik dan pada angiography khas adanya penumpukan/deposit amyloid pada bagian
media dan adventitia dengan ukuran sedang dan kecil dari arteri cortical dan
leptomeningeal [12,20,35,38]. Deposit pada dinding arteri cenderung
menyebabkan penyumbatan pada lumen arteri karena penebalan basement
membrane,fragmentasi dari lamina elastik interna dan hilangnya gel-gel endothel
[34,38]. Juga terjadi nekrosis fibrinoid pada pembuluh darah [20,21,35]. Keadaan
ini tidak berhubungan dengan sistemik vaskular amyloidosis. Sekitar 30% Cerebral
amyloid angiopathy berhubungan dengan dementia senilis yang progressive.
Biasanya terjadi pad a usia yang lebih lanjut [13,45] dan jarang berhubungan
dengan hipertensi.

-Intra cranial tumor; jarang terjadi perdarahan pada tumor otak ; dijumpai sekitar
6-10% [28,41]. Yang paling sering menimbulkan perdarahan yaitu tumor
ganas,baik primer ataupun metastase ; jarang pada meningioma [31] atau
oligodendroma [28]. Tumor ganas primer pada otak yang paling sering
menimbulkan perdarahan yaitu glioblastoma multiform [28] , lokasi perdarahan
umumnya deep cortical seperti basal ganglia,corpus callosum [28]. Tumor
metastase yang paling sering menimbulkan perdarahan yaitu germ sell
tumor,sekitar 60% [15] dan lokasi perdarahan umumnya sucortical [14].
-Anti
coagulant. Pemakaian obat oral anticoagulant yang lama dengan warfarin
sering menyebabkan perdarahan otak ; dijumpai sekitar 9% dari kasus [22]. Resiko
terjadinya perdarahan dengan pemakaian oral anticoagulant yang lama, 8-11 kali
dibandingkan dengan yang tidak menggunakan obat tersebut pada usia yang sam a
[11,18]. Lokasi perdarahan paling sering pada serebellum [22,39]. Mekanisme
terjadinya perdarahan ini masih belum diketahui.
-Fibrinolytic
agent. Ini termasuk Streptokinase, Urokinase dan tissue type
plasminogen aktivator (tPA) yang digunakan dalam pengobatan coronary, arteri
dan venous trombosis. Kemampuan obat-obat ini yaitu menghancurkan clot dan
relatif menurunkan tingkatan sistemik hipofibrinogenemia, sehingga sangat ideal
dalam pengobatan akut trombosis.Komplikasi yang utama walaupun jarang yaitu
perdarahan intra cerebral. Dijumpai 0,4%-1,3% penderita dengan miokard infark
yang diobati dengan tPA [44]. Perdarahan yang cenderung terjadi setelah
pemberian tPA 40% sewaktu dalam pemberian infus,25% terjadai dalam 24jam
setelah pemberian [16]. 70-9-% lokasi perdarahan lobar. 30% perdarahannya
multiple dan mortality 40-65% [16]. Mekanisme terjadinya perdarahan ini masih
belum diketahui.
-Vaskulitis. Cerebral vaskulitis dapat menyebabkan penyumbatan arteri dan cerebral
infark serta jarang menimbulkan perdarahan intra cerebral. Proses radang
umumnya terjadi dalam lapisan media dan adventitia pembuluh darah arteri dan
vena dengan ukuran kecil dan sedang. Biasanya berhubungan dengan
pembentukan mikroaneurysma. Gejalanya sakit kepala kronis,mundurnya
kesadaran atau pengertian yang progressive, kejang-kejang,cerebral infark yang
recurrent [32]. Diagnosanya berupa limpositik CSF pleocytosis dengan protein yang
tinggi. Lokasi perdarahan umumnya lobar.

Pengobatan

Secara konservatif
Tekanan darah diusahakan stabil dan terkontrol agar levelnya relatif tinggi pada
penderita perdarahan otak. Harus dihindari penurunan yang berlebihan karena dapat
menurunkan perfusi jaringan otak.

Pemberian osmotik diuretik dikombinasi dengan beta adrenergik blocker
digunakan untuk kontrol tekanan darah dan membantu mengurangi tekanan dalam
otak atau intra cranial pressure.

Hiperventilasi atau barbiturat dapat juga digunakan, walaupun kurang efektif.
Hiperventilasi efeknya sementara sedangkan barbiturat mengurangi fungsi
neurologis; keduanya ini cenderung menyebabkan hipotensi.

Kortikosteroid masih digunakan oleh beberapa klinikus dimana bertujuan
menurunkan tekanan intra kranial dengan kontrol edema ;walaupun pada percobaan
klinis obat ini tidak efektif dan menambah resiko terjadinya komplikasi.

Intervensi denqan tindakan operasi
Intervensi ini termasuk pemasangan monitoring tekanan intra kranial pada penderita
dengan perdarahan yang luas atau dilakukan ventrikulostomy bila terjadi obstruksi
hidrocephalus.

Tindakan dekompresi terhadap hematoma masih kontroversi kecuali
digunakan sebagai ukuran live-saving. Paling sedikit kontroversi indikasi terhadap
tindakan dekompresi hematoma yaitu perdarahan cerebellum dengan diameter lebih
dari 3cm atau menyebabkan kompresi batang otak [2,33,36].

Terhadap semua kasus perdarahan intra kranial , keputusan untuk melakukan
tindakan intervensi dekompresi pada dasarnya terletak pada ukuran dan lokasi
perdarahan,penyebabnya dan kondisi neurologisnya.

Tehnik operasi untuk dekompresi hematoma telah dilakukan bertahun-tahun
dan memberikan berbagai pilihan terhadap tipe yang berbeda dari perdarahan intra
kranial [26]. Craniotomi dan dekompresi lebih sering digunakan untuk perdarahan
cortical atau lobarlsuperfisial.

Stereotactic tehnik lebih sering dipakai pada lokasi hematoma yang dalam
(deep subcortical). Tehnik invasi ini sangat minimal.
Secara keseluruhan walaupun banyak percabaan klinis dengan evakuasi perdarahan
otak,tidak ada evakuasi yang tepat terhadap perkiraan hasil akhir dari efek ini.

Kesimpulan

Perdarahan dalam otak merupakan suatu kelainan yang menyebabkan ketidak
mampuan yang berat terhadap penderita dan mempunyai mortality yang tinggi.
Ini berhubungan dengan efek massa darah itu sendiri.
Tindakan dekompresi dan evakuasi hematoma sangat efektif dengan arti mengurangi
massa dengan cepat dan kemungkinan besar terjadi perbaikan.


Manfaat dan komplikasi dari prosedure ini sendiri belum dipelajari secara
cukup adequat untuk memberikan suatu kesimpulan terhadap kegunaan suatu
operasi.

Kepustakaan

1. Abbott RD,Yin Y,Reed DH,Yano K : Risk of Stroke in male cigarette smokers. N
Engl J Med.315;
717,1986.
2. Auer LM,Auer T,Sayama I. Indications for surgical treatment of cerebellar
haemorrhage and infarction. Acta Neurochirur (Wien) 1986;79:74-79.
3. Broderick JP,Brott T,Tomsick T,Milier R,Huster G. Intracerebral haemorrhage
more than twice as common as subarachnoid haemorrhage. J
Neurosurg.1993;78: 188 191
4. Boonyakamkul S,Dennis M,Sanderoch P,Bamford J,Burn J,Warlow C. Primary
intracerebral haemorrhage in the oxfordshire community stroke project:
1.lncidence,clinical features and causes.Cerebrovasc Dis 1993;3:343-349.
5. Broderich JP,Brott T,Zuccarello M. Management of intracerebral haemorrhage. In
.Batjer HH,ed.Cerebrovascular disease, Philadelphia : LippincottRaven,
1997:611-627.
6. Brott T,Broderich J,Kothari R,et al.Early haemorrhage growth in patients with
intracerebral haemorrhage.Stroke 1997;28: 1-5.
7. Citron BP,Halpern M,McCarron M et al.:Necrotizing angitis associated with drug
abuse.N Engl J Med 283:1003,1970.
8. Donahue RP,Abbott RD,Reed DM,Yanko K: Alkohol and haemorrhage stroke:the
Honolulu Heart Program JAMA. 255;2311,1986.
9.
Delaney P,Estes M: Intracranial hemorrhage with amphetamine abuse.
Neurology (NY) 30:1125, 1980.
10. D'Souza T,Shraberg 0: Intracranial hemorrhage associated with amphetamine
use,letter.Neurology (NY) 31 :922,1981.
11. Franke CL,deJonge J,van Swieten JC et
al: Intracerebral hematomas during
anticoagulant treatment.Stroke 21 ;726,1990.
12. Gilles C,Brucher GM,Khoubesserian P, Vanderhaeghn JJ: Cerebral amyloid
angiopathy as a cause of multiple intracerebral hemorrhages.Neorology (NY)
34:730,1984.
13. Gilbert JJ,VintersHV: Cerebral amyloid angiopathy:incidense and complications in
the aging brain.l.cerebral hemorrhage.Stroke 14:915,1983.
14. Gildersleve N,Koo AH,McDonald CJ: Metastatic tumor presenting as intracerebral
hemorrhage.Radiology 124:109,1977.
15. Graus
F,Rogers LR,Posner JB: Cerebrovascular complications in patients with
cancer. Medicine 64:16,1985.
16. GoreJM,Sloan M,Price TR et al: intracerebral hemorrhage,cerebral infarction,and
subdural hematoma after acute myocardial infarction and thrombolytic therapy
in the Thrombolysis in myocardial infarction Study: Thrombolysis in myocardial
infarction,phase II,pilot and clinical data.Circulation 83:448,1991.
17. Harrington H,Heller HA,Dawson D et al:intracerebral hemorrhage and oral
amphetamine.Arch Neurol 40:503,1983.
18. Hart
RG,Boop BS,Anderson DC: oral anticoagulant and intracranial
hemorrhage.Stroke 26:1471,1995.
19. Juvela S,Hilibom M,Palomaki H: risk factor for spontaneous intracerebral
hemorrhage. Stroke 26; 1558,1995.
20. Jellinger K: Cerebrovascular amyloidosis with cerebral hemorrhage.J Neurol
214:195,1977.
21. Jellinger K: Cerebral hemorrhage in amyloid angiopathy,letter.Ann Neurol1
:604,1977.
22. Kase
CS,Robinson RK,Stein RWet al: Anticoagulant related intracerebral
hemorrhage.Neurology (NY) 35; 943,1985.

23. Kase
CS,Crowell RM. Prognosis and treatment of patients with intracerebral
hemorrhage.ln:Kase CS,Caplan LR,eds.lntracerebral hemorrhage.Boston:
Butterworth-Heinemann,1994:467-489.
24. Kazui
S,Naritomi H,Yamamoto H,Sawada T,Yamaguchi T.Enlargement of
spontaneous intracerebral hemorrhage: incidence and time course.Stroke
1996;27:1783-1787.
25. Kazui S,Minematsu K,Yamamoto H,Sawada T,Yamaguchi T. Predisposing factors
to enlargement of spontaneous intracerebral hematome.Stroke 1997;28:23702375.
26
Kaufman HH.Treatment of deep spontaneous intracerebral hematomas:a
review.Stroke 1993; 24: 1101-1106.

27. Laizon LA,Hamilton JG,Tsementzis SA: intracerebral hemorrhage in association
with pseudoephedrine over dose.J Neurol Neurosurg Psychiatry 45:471,1982.
28. Little JR,Dial B,Belianger G,Carpenter S: Brain hemorrhage from intracranial
tumor.Stropke 10:283,1979.
29. Margolis G,Odom GL,Woodhali B,Bloor BM. The role of small angiomatous
malformations in the production of intrcerebral hematomas.J Neurosurg
8:564,1951.
30. Margolis
MT,Newton TH: Methamphetamine ("speed") arteritis.Neuroradiology
2:179,1971.
31. Modesti LM,Binet EF,Coliins GH: Meningiomas causing spontaneous intracranial
hematomas. J Neurosurg 45:437,1976.
32. Moore PM,Cupps TR: Neurological complications of vasculitis.Ann neuroI14:155,
1983.
33. Mezzadri
JJ,Otero JM,Ottino CA. Management of 50 spontaneous cerebellar
hemorrhages:importance of obstructive hydrocephalus.Acta Neurochirur (Wien)
1993;122:39-44.
34. Okoye MI,Watanabe I: Ultrastructural features of cerebral amyloid angiopathy.
Hum Pathol 13:1127,1982.
35. Okazaki H,Reagen T J,Campbell RJ:Clinicopathologic studies of primary cerebral
amyloid angiopathy.Mayo Clin Proc 54:22,1979.
36. Ott KH,Kase CS,Ojemann RG,Mohr JP. Cerebellar hemorrhage: diagnosis and
treatment. A review of 56 cases.Arch Neuro11974;31 :160-167.
37. Rumbaugh
CL,Bergeron RT,Fang HCH,McCormick R: Cerebral angiographic
changes in the drug abuse patient. Radiology 101 :335,1971.
38. Regli F,Vonsattel J-P,Perentes E,Assal G: L'Angiopathie amyloide cerebrale: une
maladie cerebro-vasculaire peu connue etude d"ne observation anatomoclinique.
Rev Neurol (Paris) 137: 181,1981.
39. Radberg
JA,Olsson JE,Radberg CT: Prognostic parameters in spontaneous
intracranial hematomas with special reference to anticoagulant treatment.Stroke
22:571,1991.
40. Steering Committee of the Physicians Health Study Research Group:Final report
on the aspirin component of the ongoing Physicians Health Study. N Engl J Med
321:129,1989.
41. Scott M: Spontaneous intracerebral hematoma caused by cerebral
neoplasm:
report of eight verified cases.J Neurosurg 42:338,1975.
42. Sacco RL,Mayer SA. Epidemiology of intracerebral hemorrhage. In: Feldmann E.
ed.lntracerebral hemorrhage.Armonk,NY: Futura,1994:3-23.
43. Tanaka H,Ueda Y,Date C et al: Incidence of stroke in Shibata,Japan.1976-1978.
Stroke 12:460,1981.
44. TIMI Study Group:Comparison
of invasive and conservative strategies after
treatment with intravenous tissue plasminogen activator in acute myocardial
infarction:results of the Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) phase II
trial.N Engl J Med 320:618,1989.

45. Vinters HV,Gilbert JJ: Cerebral amyloid angiopathy:incidence and complications
in the aging brain.ll. The distribution of amyloid vascular changes. Stroke
14:924,1983.
46. Wakai
S,Yamakawa K,Manaka S,Takakura K: Spontaneous intracranial
hemorrhage caused by brain tumors:its incidence and clinical
significance.Neurosurgery 10:437,1982.
47. Wolf PA.Epidemiology of intracerebral hemorrhage.ln: Kase CS,Caplan
LR,eds.lntracerebral hemorrhage.Boston: Butterworth-Heinemann,1994:21-30.
48. Yu YJ,Cooper
DR,Wellenstein DE,Block B: Cerebral angitis and intracerebral
hemorrhage associated with methamphetamine abuse.J Neurosurg 109,1983.